Seorang wanita paruh baya tengah memijit pelipis mata menggunakan tangan kirinya. Berbeda dengan tangan kanannya yang ia gunakan untuk mencatat nama siswa yang baru saja melanggar peraturan di sekolah tersebut. Lagi dan lagi, ia harus mencatat nama yang sama di buku catatan BKnya.
Ketika tangannya telah selesai mencatat, ia kembali menatap ke arah siswa yang sedang duduk di hadapannya. Siswa itu terlihat tenang saat berada di ruangan yang paling ditakuti oleh siswa. Raygon—si preman sekolah. Ia sudah berulang kali masuk BK. Bisa dipastikan catatan di BK itu hanya dipenuhi dengan namanya.
“Mau sampai kapan, Raygon?!” ucap Bu Welas penuh penekanan.
Raygon mengetukkan jarinya di atas meja sehingga menimbulkan bunyi yang tidak beraturan. Suara itu tidak terlalu keras namun, cukup menggangu telinga. Ia bahkan tidak berniat menjawab pertanyaan Bu Welas.
Cerpen – Remaja Sekolah by Ni Made Yuliantari
Bu Welas masih bisa sabar menghadapi sikap preman sekolah ini. Tangannya perlahan menggeser buku catatan BK hingga buku itu sampai di dekat Raygon. “Lihat! Hanya nama kamu yang memenuhi isi catatan buku Ibu. Kapan kamu bisa berubah Raygon? Apa perlu Ibu hubungi orang tua kamu lagi?”
Artikel yang sesuai:
Raygon melihat sekilas buku catatan itu. Sesekali dirinya tersenyum kecut. Rupanya ia tidak merasa bersalah. Jika saja ayahnya tidak merupakan donator terbesar di sekolah ini, mungkin ia sudah dikeluarkan dari sekolah tersebut. Raygon melipat kedua tangannya di depan dada. Lehernya ia patahkan ke kanan dan ke kiri. Kakinya ia naikkan ke atas meja. Sontak hal itu membuat Bu Welas murka. Harga dirinya sebagai guru serasa direndahkan.