Cerpen – Ketindihan by Yulia Novalista

Senja dengan rintik hujan saat itu, tidak terlalu deras tapi membuat seluruh ruangan terasa dingin meski aku tidak menghidupkan kipas angin. Suasana tambah membuatku ingin tetap terus berbaring diranjangku yang nyaman. “ah malas sekali mandi” ucapku dengan pelan sambil menarik selimutku kembali, tapi teriakan ibu mendengung ditelinga karena sudah dari tadi dia menyuruhku mandi tapi aku masih saja berbaring.

Aku dengan langkah gontai dan malas menuju kekamar mandi yang berada diluar, di teras belakang rumah karena proses renovasi rumahku belum selesai. Aku merasa merinding saat lewat kekamar mandi padahal jaraknya tidaklah jauh. Saat itu sudah jam setengah 6 sore jadi teras belakang sedikit agak gelap karena dibelakang sana adalah perkebunan karet, tentu saja sangat gelap kalau kita memandang lebih jauh.

Cerpen – Ketindihan by Yulia Novalista

Aku berusaha menahan ketakutan dan langsung berlari kekamar mandi, aku tidak menghidupkan air keran karena nanti aku tidak bisa dengar apapun dari luar yang membuatku merasa semakin takut. Aku mulai mandi dengan sangat cepat tiba tiba saja ada yang memutar pintu kamar mandi dari luar.

“siapa?” aku berteriak dengan nada ketakutan. Tapi tidak ada suara apapun dari luar dan aku bergegas melanjutkan mandiku. Dan tanpa kusangka rambut panjang menjuntai dari ventilasi kamar mandi membuatku menjerit tak henti. Akhirnya ibu yang mendengar itu langsung berlari kebelakang untuk mengecek ku.

Aku yang sangat penakut ini tidak berani untuk keluar dari sana, bahkan lututku seakan tidak kuat berdiri lagi. Teriakan ku tak berlangsung lama suara ibu langsung menyuruhku membuka pintu kamar mandi dan saat itu kembali kulihat ventilasi tidak ada lagi rambut disana.

“kamu kenapa sih teriak sore-sore nanti didengar orang gak enak,!” kata ibuku cemas. Aku gak menjawab karena lidahku serasa kelu saat ingin bercerita akupun merinding terus menerus. Akhirnya kami buru-buru masuk kerumah.

“ada apa? Kok teriak teriak?” tanya ibuku, “tadi aku liat rambut menjuntai diventilasi bu” jawabku. Ibu yang cemas tadi mulai menggelengkan kepalanya karena sudah biasa mendengarkan aku bercerita horror seperti itu. Aku sedikit banyaknya bisa melihat dan merasakan hal-hal yang mistis, bahkan sesekali aku bisa menyentuh mereka meski begitu aku seorang penakut level dewa.

Karena ibu tau itu benar dia hanya tersenyum dan mencoba menenangkan aku biar tidak takut. “ah mungkin kamu salah liat, makanya jangan mandi terlalu sore, itu tandanya dia nyuruh kamu lain kali mandinya cepat ” katanya sambil tertawa meledekku dan beranjak pergi.

Aku menghela nafas dan cepat memasang bajuku dan keluar dari kamar untuk berkumpul dengan keluargaku. Aku yang sekali-kali pulang kampung sangat menunggu-nunggu saat kami berkumpul bersama, karena beberapa tahun ini aku kuliah dan berjauhan dengan mereka, dan hanya pulang paking cepat dua bulan sekali.

Kami melakukan sholat berjamaah bersama ayah, ibu dan kakak-kakakku. Kami menghabiskn waktu bercerita sampai malam. Dan tak terasa sudah sangat larut, aku ingin sekali tidur dikamar ayah dan ibu tetapi mereka bilang tidur dikamar kamu saja, karen keponakanku akan tidur juga dengan mereka malam ini.

Aku masuk kekamarku dan merasakan aura tidak enak disana, kadang aku tidak ingin bisa melihat dan merasakan seperti ini, tapi ini sudah turun temurun dari kakek, ayah juga bisa melihat sepertiku berbeda dengan ibu dan kakakku mereka bahkan tidak bisa melihat sama sekali. Aku merinding sambil memandang ventilasi yang mengarah keteras belakang rumah, aku berjalan lagi kembali kekamar ayah dan ibu “.tok tok tok ” aku mengetuk pintu kamar ayah dan ibu, mereka membukakan dengan cepat.

“kenapa belum tidur?” tanya ayah penasaran “yah tolong ventilasi dikamarku ditutup saja dengan apa kek, dengan koran atau apa” jawabku dengan memohon. Ayah ku hanya bengong dan tersenyum saja “kenapa mesti malam-malam, besok pagi aja ayah kerjakan” jawabnya lagi. “nanti kalau ada apa-apa teriak aja toh kamar kita bersebelahan gini apa yang ditakutkan, nanti kalau ada lagi yang ganggu biar ayah makan” jawab ayah sambil terus bercanda seperti biasa.

Aku mulai memajukan mulutku beberapa centi kedepan, “ih ayah..jangan ngomong sembarangan” jawabku sambil berbalik badan.

Aku melangkah kembali kekamarku, dan aku berusaha untuk bisa tertidur malam itu, diluar ternyata masih hujan meski tak deras tapi seharian ini hujannya tak berhenti membuat tidak bisa kemana mana. Perlahan aku mulai mengantuk juga dan tertidur dengan pulasnya.

Tapi tak disangka aku terbangun karena semua tubuhku tidak bisa bergerak. Aku berusaha duduk tapi tidak bisa. Aku mulai cemas dan mencoba teriak tapi sedikitpun suara tidak bisa keluar, aku semakin panik dan mencoba bergerak berkali-kali tapi tidak ada hasilnya.

Aku mulai menangis hanya air mata yang mengalir, dan saat ketakutanku aku melihat satu sosok dibalik ventilasi kamar yang mengarah keteras belakang, dengan tangan berpegangan kesetiap sela-sela ventilasi, sangat jelas dan sangat sangat jelas kulihat mulut yang lebar hingga ketelinga itu tersenyum kepadaku, wajah yang seakan tampak seperti meleleh bahkan baju yang dia kenakkan pun sangat jelas terlihat, baju merah belang putih yang lusuh. Padahal dia hanya mengintipku saja tetapi aku ketakutan setengah mati melihat wajah mengerikan seperti itu.

Aku ingin berteriak sama sekali tidak bisa dan aku menahan ketakutan itu sampai aku tidak bisa lagi berbuat apa-apa dan untungnya saat itu aku teringat untuk membaca do’a membaca surah dan ayat-ayat yang aku hafal berserah semua kepada Allah semoga apa yang aku lihat ini tidak menggangguku lebih jauh lagi.

Pelan mataku tak bisa membuka dan tanpa sadar entah aku tertidur ataupun pingsan aku tidak tau, semua itu kuasa Allah aku bisa terbangun dengan tenang pagi itu. Dan dengan cepat keluar kamar dan menceritakan semua itu kepada ayah, ayah malah mentertawakanku karena menceritakan hal itu dengan begitu detailnya.

Setelah menjalani percakapan cukup lama ayah mulai menutup ventilasi itu dengan karton agar aku tidak takut lagi. Tapi ayah sengaja meyakinkan aku bahwa itu hanya ketindihan dan mimpi saja. “tidak usah difikirkan, makhluk seperti itu memang benar adanya, tapi kamu harus percaya Allah selalu melindungimu”.

Ucap ayah meyakinkan aku. Aku sangat berat dan sangat takut dengan hal ini, dari dulu aku sangat menghindari tetapi tetap saja terlihat bahkan seiring berjalan waktu aku dulu yang hanya bisa merasakan sekarang sudah bisa melihatnya dengan jelas. Aku tidak tau entah itu namanya kelebihan ataupun malah kekuranganku.

Tinggalkan Komentar