Di dalam hidupnya Langit tidak pernah sekalipun menyesali apapun keputusan atau tindakan yang telah diperbuatnya. Karena setiap melakukan apapun ia akan pastikan semuanya benar dan sesuai kemauannya. Dan setelah itu apapun dampak yang terjadi, Langit tidak akan menyesalinya, apapun itu. Karena seorang Langit Baskhara selalu berpenggang teguh pada pendiriannya.
Namun entah kenapa dengan hari ini, ditempat bersimpuh sekarang ini, kata-kata itu bagai lelucon saat melintas di otaknya. Dirinya tak pernah menyangka hari ini akan datang, hari dimana ia akan merasa amat menyesal.
Cerpen – Ephemeral by Fitria Salmaa Rosyidah
Menyesal terhadap hal yang bahkan tidak pernah ia anggap penting sama sekali. Langit tidak tau kenapa rasanya sesesak ini, seperti ada sebuah beton raksasa yang menghimpit rongga dadanya. Pias wajahnya begitu kentara tatkala otaknya memutar kembali mengingat peristiwa 24 jam belakangan.
“Lo nggak ke rumah si Senja, bang? Bukannya janjinya jam delapan, ini udah hampir jam sembilan?”
Langit menoleh, saat mendengar pertanyaan adiknya yang baru saja datang dari dapur dengan sebuah cangkir di tangannya. Ia tak bisa menahan decakan kesalnya, karena Laskar telah mengganggu ketentramannya dengan menyebut nama gadis itu. “Udah gue bilang berapa kali, berhenti lancang megang hp gue!”
“Ya elah.. gue kan cuman minjem.”
“Ya, tapi seenggaknya lo nggak usah lancang ngutak-atik hp gue dong! Hp lo sendiri emang kemana, hah?” kesalnya, karena mengetahui adik laki-lakinya itu membuka chatnya dengan Senja.
Laskar mendengus, bosan mendengar omelan kakaknya itu. Padahal dirinya kan hanya mengingatkan. Bukannya makasih, malah marah-marah!
“Ya udah! Maap-maap! Gitu aja ngambek, kayak perawan kurang asupan cogan aja lo!” Jawab Laskar nyeleneh, yang sebenarnya hasil ke plagiatanya dari kata-kata Senja. Dan membuatnya tertawa karena ucapannya sendiri.
“Gak usah kurang ajar, bisa nggak?!”