Cerpen – Biarkan Aku Menangis by Ulva Yuni

Cerpen - Biarkan Aku Menangis by Ulva Yuni

“Ajak dia sarapan, Gist.” Bisik-bisik itu terdengar lagi di belakang kursiku. Tanpa menoleh sama sekali, aku sudah tahu siapa yang tengah mengobrol dengan suara pelan di sana.

Sudah satu bulan, dan mereka terus saja memperlakukanku seperti bocah yang kehabisan coklat. Dibujuk rayu agar tidak menangis.

Cerpen – Biarkan Aku Menangis by Ulva Yuni

“Dar, belum sarapan, kan? Sarapan, yuk!” Itu suara Gista. Gadis berponi yang sering memberikan aneka camilan kepadaku.

Aku berbalik malas, menatap wajahnya. Senyumku hambar, sama seperti senyum kemarin atau kemarin lagi. Dan Gista seolah tidak peduli. Mungkin di matanya semua  senyum itu bentuknya sama.

“Yuk!” Benar, kan? Tanpa mau bersabar tangannya menyambar pergelangan tanganku yang bertengger di lengan kursi. Adegan yang sama setiap pagi di hidupku.

Aku mengikuti langkah Gista tentu saja tanpa kuasa melepas genggaman tangannya. Setiap karyawan lain yang kami lewati selalu Gista hadiahi senyum termanis miliknya. Membuatku mulai menebak isi hati Gista yang mungkin tidak pernah terluka.

“Sudahlah, Dar. Jangan murung terus, dong. Come on.” Gista mulai lagi dengan petuahnya saat kami tiba di meja kantin.

Haruskah aku membantunya mengucapkan semua nasehat yang selalu dia berikan setiap hari? Aku sampai hafal semua kata-kata di dalamnya beserta urutan kalimat dan intonasi yang Gista pakai. Telinga ini sudah bebal dengan semua perkataan orang yang katanya hanya ingin menghibur dan mengingatkan. Padahal, semuanya sama saja, menasehati.

Aku membuka salad buah yang kuambil dari lemari pendingin makanan di pintu masuk kantin. Sudah lama aku menghindari makanan berat untuk sarapan. Tidak ada lagi nasi goreng, ketoprak maupun lontong sayur. Aku ingin hidup sehat, setidaknya untuk diriku sendiri.

Tinggalkan Komentar